Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Kenapa Aku di Beda?

Rumah itu begitu mewah, dengan halaman begitu luas dengan hamparan rumput hijau laksana permadani. Fasilitas rumah yang serba ada, penghuninya hampir mempunyai mobil pribadi masing-masing.
Itu rumah siapa? "pertanyaan mulai menggelitik"
Itu adalah rumah seorang direktur utama di salah satu perusahaan terkemuka di ibu kota, dia pak broto dan istrinya. 

Mereka mempunyai dua orang anak laki laki, yakni dewa dan paksi. Dua orang saudara itu sama sama tampan sih, juga sama sama cerdas tapi sayang paksi terlahir dengan fisik yang tidak sempurna. Kakinya sejak pertama di lahirkan, jadi kemana mana dia dia selalu mengenakan tongkat. 

Siapa sih yang tidak ingin hidup mewah bergelimang harta kuluarga masih lengkap uhhh serba ada deh. Tapi belum tentu keluarga yang terlihat mewah semua penghuni di jamin bahagia.
Pagi itu keluarga itu tampak sibuk dengan urusan masing masing.

   " dewa sayang cepat nanti kamu telat "  sang mama berteriak tak sabaran.
"  Mah hari ini paksi ikut dengan
kita yah? " dewa menawarkan
biar nanti paksi di antar sama supir "
Mamanya menjawab ketus.
"  tapi mah sekolah kita kan sama kenapa tidak sekalian adik paksi ikut sama kita?
" dewa ayo cepat naik ayah udah telat kerja ini" 
Ayahnya ikut angkat bicara. Dewa hanya bisa menatap adik kandungnya dengan kasihan.
Tampa babibu lagi mobil itu melaju dengan cepatnya.
Paksi yang berdiri di teras rumah menatap sendu mobil yang kian menjauh itu.
Ia tidak merasa aneh dengan sikap orang tuanya barusan.

  "  Maaf den bapak telat
Supir itu bicara dengan nada ngusngusan
kita cepat berangkat ya pak, udah hampir masuk jam pelajaran ini "
" baik den mari, silahkan "
Mobil hitam itu melaju dengan cepat menyusuri kota yang kian macet. Emang udah dari dulu sih yang namanya kota pasti macet.
Beribu beribu pertanyaan hinggap di kepala paksi sebenarnya dia tidak merasa aneh dengan sikap orang tuanya yang turus mengabaikannya. Tapi yang menjadi pertanyaan. alasannya apa mereka melakukan itu semua.
"  pak bisa lebih cepat "
" aduh maaf den jalanan begitu macet "
Paksi hanya menarik nafas panjang, sambil menatap jalanan yang banjir dengan manusia.

   Begitulah kota sejak dulu gak ada habisnya mulut manusia yang mengeluhkan jalanan macet apa lagi hari senin di mana orang awal semangat entah yang ngantor, sekolah. setelah melepas penat hari libur satu hari.
Mobil itu terus melaju berusaha menerobos padatnya jalanan.
Dan tibalah mobil itu di tempat parkiran sekolah dari jauh paksi sudah melihat dewa yang sedari tadi menunggu kedatangannya.

  "  Paksi akhirnya kamu nyampek juga kirain kamu hanyut oleh banjir manusia di jalanan hahaha"
Dewa menyapa adiknya. Itulah dewa, dia sangat menyayangi paksi meski timbul perbedaan di antara mereka bagi dewa paksi juga bagian dari hidupnya.
Paksi hanya tertenyum menangkap candaan kakaknya.
" Paksi maafkan kakak ya barusan kakak tinggal "
gak papa aku lebih nyaman sama mobil itu "
Paksi coba beralasan sebenarnya hatinya sangat iri dengan kakaknya tapi ia sudah memutuskan untuk berusaha kuat menyikapi sikap orang tuanya yang sering mengabaikan dan seolah tidak mempedulikannya.
Paksi juga tahu kakaknya tidak bersalah dia hanya mengikuti kemauan orang tuanya.
"  Paksi,dewa kalian mau sekolah atau mau jadi satpam ngapain masih berdiri di sini jam pelajaran hampir di mulai cepat masuk " percakapan dewa dan paksi terhenti karna dari jauh bu yani guru yang memengang predikat guru paling galak di sekolah sudah mencak mencak.
" Eh anuh bu kita eeeee. Giniloh bu kita di suruh di kepala sekolah buat benerin saluran di situ tuh " dewa coba cari alasan buat menghindari kegalakan bu yani. Tapi dewa benar benar tidak pandai berbohong. Guru itu melotot.
"  Kau mau membohongi ibu "
Aaaaaaa aduh sakit buu "
Dewa loncat loncat kesakitan setelah di jewer sama bu yani. Paksi hanya tersenyum melihat tingkah laku kakaknya.
Hari di sekolah mereka lewati seperti biasa jam bergerak begitu cepat sehingga jam pulang sudah menyapa.
"  Lok kakak kok naik mobil ini. Papah sama mamah mana kok gak di jemput?"
Paksi merasa heran melihat dewa naik mobil yang di kendarai sopir.
" Hari ini papah dan mamah sibuk, jadi gak sempat jemput "
Tampa banyak cakap lagi paksi dan dewa segera masuk kedalam mobil, yang segera melaju dengan cepat. Jalanan sudah tak semacet tadi kendaraan sepertinya engan untuk menerobos teriknya matahari.
Paksi gimana sekolah hari ini?
" Lumayan "  paksi menjawab singkat.
" Waaah loe enak paksi. Gue mah sial ketemu sama bu yani kuping gue masih panas nih.
Dewa menceloteh dengan kesal sambil meraba kupingnya yang masih merah akibat jeweran tadi.
"  Hahaha loe sih pakek boong segala "
"  abis gue geri lihat bu yani kalau lagi marah "
" Nyatanya kena juga kan hahaha "
Mereka Tertawa bersama, paksi merasa kalau dekat dengan kakaknya dia jarang untuk bersedih.
Dewa dan paksi bersekolah di salah satu tempat paling bergengsi di ibu kota. saat itu dewa kelas dua sementara paksi masih kelassatu SMA karna saat itu umur mereka tak terpaut begitu jauh.

"  Eh anak mama sudah pulang "
"  Ya dong mah masa sekolah gak pulang pulang "  dewa nyeletuk sambil cium tangan mamanya.
" Yaudah kamu mandi dulu gih "
Dewa melangkah pergi.
Paksi melangkah juga berniat melakukan apa yang barusan dewa lakukan, mencium tangan mamanya. Tapi belum beberapa detik paksi menjulurkan tangan hendah bersalaman. Mamanya melengus sok sibuk dengan buku majalahnya tampa menghiraukan kehadiran paksi saat itu. Mau tidak mau paksi menarik kembali tangannya. Hatinya sedih, selama ini ia belum pernah mencium tangan orang tuanya. Tapi ia tetap berusaha jadi anak yang baik meski sebenarnya ia terabaikan.
Waktu bergerak begitu cepat. Begitulah waktu terasa begitu cepat saat di abaikan tapi begitu lambat bagi mereka yang berada di ujung penantian.

             Malam itu seperti biasa keluarga paksi sudah berkumpul di ruang makan.
Mah adik paksi kemana?
Dewa yang merasa heran karna tidak melihat paksi di antara mereka.
"  Mana mama tahu. ya sudah ayo makan ntar keburu dingin lagi "
Mamanya menjawab dengan katus Mama dan papa paksi mulai makan dengan masa bodohnya mengabaikan paksi. Tampa mereka ketahui paksi menuruni tangga dan mendengar apa yang barusan mereka katakan. Setetes air mata paksi jatuh kelantai melihat sikap orang tuanya. Sebenarnya paksi anak yang kuat dia tidak pernah merasa sedih meski dia sering di ejek di sekolah. Tapi melihat sikap orang tuanya. Kekuatan hatinya mencair. Dalam hatinya paksi sudah memutuskan untuk naik lagi ketangga.
Eh paksi, kok berdiri di situ ayo sini "
Dewa menegur adiknya. Mau tidak mau paksi harus turun paksi buru buru menyaka matanya yang basah dan berusaha bersikap seperti biasa di hadapan keluarganya. Keluarga yang sama sekali mungkin tak pernah mengharapkan kehadirannya.
" Dewa gimana sekolah kamu hari ini, dan bagaimana dengan nilai nilai kamu?
" Beres paah semuanya baik " dewa menimpali.
" Bagus itu "
Ia dong pah anak siapa dulu. anak mama gituloh " mamanya juga mulai mengobrol.
"  Yeee anak papa juga kali mah hahah "
Mereka tertawa begitu lepas seolah tak menyadari hati paksi yang tercabik cabik karna di abaikan.
"  Eh adik kok bengung kenapa tidak di makan " dewa menegur adiknya yang sedari tadi hanya bengong  sama sekali tidak menyentuh menu makanan yang terhampar di depannya.
"  Gak apa aku istirahat dulu ya "
" Adik apa kamu sakit?
" Tidak aku hanya kecapean "

Paksi melangkah melihat sekilas wajah orang tuanya tampak begitu jelas ekpresi tidak perduli di raut muka mereka. Paski hanya menarik nafas berat sambil melangkah pergi. Tadi paksi hanya beralasan kalau ia capek sebenarnya ia tidak enak dengan suasananya. Hatinya sakit, mereka begitu bangganya memuji dan menyanjung dewa sedangkan ia hanya di anggap sampah di lihatpun tidak.
Di dalam kamar paksi tidak tidur. Melainkan menatap pekatnya malam lewat jendela kamar pikirannya melayang jauh. Sejak kecil ia tidak pernah merasakan kasih sayang ibunya. Sejak bayi dia hanya di asuh oleh baby sister yang di sewa keluarganya. Bahkan ketika ia sakit orang tuanya tak pernah memberi secuilpun rasa kasih sayangnya. jauh di lubuk hatinya ia begitu rindu dengan belaian kasih sayang seorang ibu. Dan bisa bersenda gurau dengan seorang ayah, tapi apalah hendak di kata dia hanya darah dan daging yang tak pernah di harapkan. Telinganya masih menangkap suara keluarganya yang masih tertawa di bawah. Nampaknya begitu bahagia dengan ketidak hadirannya. Angannya melayang jauh kemasa lalu. Hingga ingatannya tertuju pada peristiwa yang menyakitkan, dimana waktu.
" Kak dewa paksi boleh pinjem tabletnya gak? Soalnya tablet paksi lagi lowbet, dan ada tugas yang harus aku selesaikan malam ini "
" Yaelaah adik udah pake aja barang kakak barang kamu juga nich " sambil menyedorkan tablet ke arah paksi.
"  Thankz you "
"  Oke " kata dewa sambil tersenyum.

          Paksi keluar dari kamar kakaknya sambil membawa tablet yang barusan ia pinjem.
Ia berjalan terseok seok menuruni tangga  karna pake tongkat dia kurang leluasa bergerak dan....
Braaaaakkkkk tongkat yang di pegang paksi nyangkut di tiang tangga dan tampa bermufakat dulu, paski jatuh karna kehilangan keseimbangan. Tablet yang di pegang paksi jatuh kelantai. Bentuknya sudah bukan tablet lagi. Hanya kepingan yang tak mungkin bisa di sambung lagi.
Akibat gebrakan keras tadi ayah ibu paksi berlari kaget. karna suara itu berasal dari kamar dewa dan mereka begitu kwatir akan keadaan dewa. Tapi setelah mereka sampai di tempat itu mereka merasa heran kenapa paksi tiduran di situ. Setelah rasa penasaran itu kian mengaduk pikiran.
Mereka lantas bertanya dengan galak nya prihal suara tadi. Dan paksi coba menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi.
" Apaaa jadi kau merusak barangnya dewa " mamanya melotot sambil membentak.
" Kamu itu apaan sih bisanya cuma bikin masalah "  papanya juga menyambung.
"  Maaf pah mah paksi tidak sengaja.
"  Maaf , maaf ikut papah.
"  Ikut kemana pah, pah perlahan dulu kaki paksi sakit. Paksi menjerit karna dirinya di seret dengan paksa.
"  Pah ngapain papa bawa paksi ketoilet.
Masuk. Nah kau akan papa kurung di sini sampai pagi. Anggap Sebagai hadiah karna kamu selalu bikin masalah "  papanya menuding sambil ngunci pintu kamar mandi.
" Pah. papah bukain, paksi kedingin pah "
Tetap tak ada jawaban, paksi hanya bisa menangis dalam kamar mandi.
Lamunan itu buyar, paksi menyeka matanya yang basah.
Paksi hanya bisa menarik nafas panjang.
Menit berlalu, jampun tak mau kalah bergerak seolah berpacu dengan waktu. Malam telah pergi menyisakan kepingan kabut, bunga bermekaran, embun berkilau ikut mewarnai pagi. Sumuanya tampak indah. hanya senandung nestapa burung bul bul yang menangis meratapi kepergian malam.
" Mamah tas papah mana sih, papah udah telat ini "
"
  Lagian papa sih di bagunin dari tadi juga, tidurnya udah kayak kebbo "
"  Aduh maaah udah dech cerewetnya ntar aja papa berangkat dulu "  sambil mencium kening istrinya.
" Gak sarapan dulu pah "
Ini aja deh "  sambil berlari menyambar sepotong roti dan terus berlari keluar tapi di belokan dinding itu.
Centaaaarrrr.
Upsss secara bersamaan. Paksi juga mau masuk kemeja makan sambil membawa segelas susu. Ayah dan anak itu bertabrakan, tampa bisa di cegah lagi susu itu tumpah tepat di kemeja ayahnya dan gelas pecah berkeping keping.
"  Kurang ajar anak tidak tahu di untung kamu punya mata gak sich " dengan sangarnya dia membentak paksi.
"  Yaampuun. eh paksi kalo jalan hati hati dong " mamanya juga melotot.
Maaf pah. Paksi tidak sengaja " dengan nada ketakutan paksi coba menjelaskan.
"  Hallah kamu sengajakan bikin ayah susah, anak pembawa sial dasar, Pin.
Ayah paksi tak meneruskan kalimat itu.
Tapi paksi mampu mencerna kalimat separuh itu, hatinya berdesir. sakit. Ayahnya mencela ia pincang. Entah kenapa tiba tiba langit mendung seolah ikut menangis karna sakit hati yang di rasakan paksi. Gerimis mulai hadir sebagai isyarat kalau kalau langit lagi berduka. Tampa di minta paksi lari dari hadapan orang tuanya, berlari menerobos rintikan gerimis ia berusaha berlari secepat mungkin sehingga lupa kalau kakinya pincang, kata kata orang tuanya barusan masih ternngiyang di telinganya " anak pembawa sial " 
ooohhhh paksi mengeluh hatinya terasa nyilu.
"  Pah ada apa sih ribut ribut? Dewa yang mendengar keributan itu lantas bertanya.
"  Itu tuh adik kamu bisanya cuma bikin masalah " sambil berganti pakaian papanya menjawab dengan nada tidak senang,
" Sudahlah pah. Lah adik paksi mana?
Dewa mencoba cari adiknya.
" Udah pergi "  mamanya menyambung.
"  Pergi kemana?
Mana kita tahu "  mamanya menjawab dengan nada tidak perduli.
Mah, pah kalian itu kenapa sih tidak ada kawatirnya sema sekali sama adik paksi?
Dewa bertanya penasaran.
" Ahhh sudah papa mau ke kantor dulu hari ini ada miting "
Papanya keburu memotong tampa menjawab pertanya dewa barusan. Mamanya juga segera beranjak mengabaikan pertanyaan dewa, dewa hanya menggelengkan kepala melihat tingkah laku orang tuanya. Dewa buru buru nyalain mibil filingnya mengatakan kalau paksi pergi kesekolah.

Pak broto mempedal gas mobilnya dengan kecepatan maksimal. Karna takut terlambat sekaligus masih jengkel dengan kejadian tadi.

Bisanya cuma bikin orang tua susah "
Sambil menggerutu. Akibat hati yang terbakar amarah dan juga penglihatan terganggu akibat hujan yang semakin deras. Tepat di tikungan jalan mobil truk dengan kecepatan tinggi berpapasan dengan mobil pak broto karna suasana hati yang tidak tenang juga cuaca yang tidak baik tak bisa di hindari lagi.
BRAAAAK.
Karna pak broto tak sempat mengeles lagi, mobil dan truk itu saling berhantaman menciptakan bunga api yang berpijar karna begitu keras hantaman itu.
Mobil pak broto terpental jauh hingga terguling guling beberapa meter dan berhenti dengan posisi miring di pinggir jalan. Dentuman keras tadi mengundang perhatian orang Dalam sekejap tempat itu sudah penuh dengan manusia yang berlarian.
Darah mengucur dari kepala pak broto dan kedua matanya juga berdarah terkena serpihan kaca mobil yang pecah berantakan. Seperti di komando penduduk serempak menggotong tubuh yang tak berdaya keluar dari mobil, dalam sekejap pak broto sudah di larikan kerumah sakit terdekat. Salah satu penduduk yang tahu identitas korban segera menghubung istrinya. kalaupun ada petir di siang itu istri pak broto tidak akan sekaget ini. Dia berteriak berlarian seperti orang gila manyambar kuci mobil, tampa perlu babibu lagi mobil itu sudah melaju dengan cepat. Dewa yang kebingungan mencari paksi kwatir sekali melihat paksi tidak ada di sekolah. Dalam kebimbangannya tiba tiba handponenya berbunyi.
Hallo ma. Ada ada apa?
"  Dewa cepat kamu kerumah sakit
"  Siapa yang sakit ma? Dewa merasa penasaran mendengar suara mamanya bercampur isak.
papah kecelakaan "  di sela sela isak tangisnya berusaha menjawab.
Apaaaa?
Tampa menutup telpon dewa langsung lari keparkiran mobil dan secepat kilat dia membedal gas dengan cepat.
    Kemanakah paksi sudahkah ia tahu apa yang terjadi dengan keluarganya.
Dengan hati hancur paksi pergi dari rumah membawa kepingan luka yang tak kunjung sembuh. Paksi terseok seok menerobos lebatnya hujan tak perduli bajunya yang basah tersiram derasnya air. Petir menyambar dengan ganasnya, tapi bagi paksi suara itu seperti mengejek keadaannya, tertawa atas kondisi. Paksi jatuh lemas karna kakinya terasa kaku untuk di gerakkan. Ahirnya ia jatuh terduduk, dengan sisa tenaganya paksi berbisik lirih. 

"  kemanakah aku harus berteduh. Mengeringkan luka yang kian mengharu biru "  karna saking lelahnya paksi pingsan di pinggir jalan yang sepi. Hujan perlahan reda seperti tidak tega menyiram tubuh yang tergeletak itu. Siapapun yang melihat tubuh paksi itu ia akan kasihan dan terharu, hati sekeras batupun akan mencair. Tapi benar kasih sayang tuhan pada yang lemah begitu besar. Perlahan sebuah mobil putih melaju dengan hati hati berusa menghindari genangan air sisa hujan tadi. Pengendara mobil itu terkejut dengan karna melihat tubuh yang meringkuk di depannya dia turun degan perlahan dan coba memeriksa.
"  Paksi? Orang itu memekik kaget.
Tampa di komando lagi tubuh yang lemah itu di angkat dan di bawa masuk kedalam mobil. Yang segara melaju tak perduli lagi cipratan air di jalanan.

       Dewa melajukan mobil menuju rumah sakit, pikirannya kalang kabut, adiknya belum ketemu entah pergi kemana. Sekarang papanya kecekaan, sesampainya di rumah dia hanya melihat mamanya yang menangis tersedu sedu.
"  Mamah papa di mana?
"
  Dewa huhuhuhu " mamanya langsung memeluk dewa dan menangis di dada bidang itu.
"  tenang mah, gimana keadaan papa?
" Papa kamu masih di tangani dokter " katanya sambil menunjuk ruangan di mana pak broto di rawat.
Menit berlalu jam bergerak terasa lambat bagi paksi yang kwatir keadaan papanya.
Setelah sekian lama menunggu akhirnya dokter muncul keluar dari kamar rawat. Pakaian dokter itu penuh dengan darah,
"  Bagimana keadaan suami saya dok " 
"  Pak broto berhasil di selamatkan. Tapii"
"  Tapi apa, tapi kenapa? Ibu dewa mengguncang guncang tubuh dokter itu minta penjelasan, dengan berat hati dokter mengatakan yang sebenarnya.
"  Maaf buu kami sudah berusaha semaksimal mungkin. Meski pak broto berhasil di selamatkan kemungkinan besar beliau akan buta karna tusukan kaca itu merusak saraf penting di bagian mata.
Apaaaaaa.
"  Apa tidak bisa di sembuhkan dok "  dewa coba bertanya.
"  Tidak Bisa nak, kecuali...
"  Kecuali apa? Ibu dewa membentak tak sabaran.
" Kecuali ada orang yang berbaik hati mendonorkan saraf matanya untuk beliau"
Serempak dewa dan ibunya menjerit. Dan tak bisa di bendung lagi tangis nyapun pecah.

   
    Paksi siuman dari pingsannya dan merasa heran dia ada dimana.
"  Eh paksi kamu sudah siuman "  suara menyapa di ambang pintu.
"  Dokter koko "  paksi heran melihat orang yang baru saja menyapanya.
Siapakah yang tadi menolong paksi?
Dia adalah dokter koko spealis kangker,
Kenapa ia menyapa paksi seperti seorang ayah menyapa anaknya?
Ternyata selama ini paksi pergi secara diam diam untuk menemui dokter untuk konsultasi prihal penyakitnya, yaah paksi mengidap penyakit kangker sejak ia tahu penyakit yang menggrogoti tubuhnya semakin parah paksi hanya bisa pasrah. Karna mau gimana lagi sebenarnya ia ingin sekali sembuh, tapi apalah hendak di kata orang tuanya tak mengharapkan ia hadir dan tak perduli dengan kehadirannya. Jadi ia memutuskan untuk menanggung penyakit yang mematikan itu dengan tabah sampai takdir memutuskan ahir hidupnya hidupnya. Begitulah kenapa dokter koko begitu akrab dengan paksi. Dokter koko sudah menganggap paksi seperti anaknya sendiri, ia merasa kasihan dengan anak itu seorang remaja menanggung penyakit seberat itu sendiri tampa di pedulikan oleh orang tua, tampa ada yang momotifasi untuk hidup. Begitupun dengan paksi dia merasa dokter koko adalah sosok yang penyayang seperti layaknya seorang ayah, bahkan ia tanggung tanggung menjeritakan keadaan dirinya beserta keluarganya.
"  Kok dokter bisa ada di sini " 
"  Tadi saya temukan kamu pingsan di pinggir jalan "  dokter coba menjelaskan.
Ingatan paksi sudah pulih seutuhnya, dia teringat kejadian tadi pagi tatapan kosong, nafasnya sengal sengal rasanya ia ingin menangis, tapi ia harus terlihat kuat bukan dokter koko sudah sering kasih ia motivasi untuk melawan kegetiran hidup dengan tegar. Dokter koko menyadari perasaan yang berkecamuk datam hati remaja itu, ia menatap prihatin dan ia coba memastikan.
"  Kau ada masalah lagi dengan keluargamu "  paksi hanya diam saja, tapi dokter tak butuh jawaban lagi. Tatapan paksi yang sendu cukup cukup sebagai jawaban, begitu mata terkadang lebih peka dari pada mulut untuk jadi cerminan hati.
Guncangan hati yang di rasakan oleh dewa dan ibunya begitu hebat bagaimana mereka sanggup menyaksikan keadaan ayahnya tampa mata. Dewa dan ibunya masuk untuk menjenguk keadaan ayahnya. Pak broto sepertinya sudah sadar kalau dirinya buta dia berbaring di lemah tempat tidur, kedua matanya di balut perban dan ketika dewa dan ibunya masuk,
"  Mah papa buta mah "  pak broto berbisik lirih.
"  Sabar pah, papa harus kuat "  Dewa dan ibunya berusaha menenangkan ayahnya.
Bagaimana ayah hidup tampa mata? Ini semua gara gara anak keparat pincang itu, dasar anak tidak tahu di untung bisa cuma bikin orang lain sial, Papa tidak mau buta mah,'' di sela kesedihan nya pak broto berteriak.

      Tampa mereka sadari paksi melihat adegan dalam kamar rawat itu melalui cendela, dia sedih melihat kondisi ayahnya ingan ia memeluk dan juga ikut menenangkan ayahnya tapi apa hendak di kata mereka begitu benci kepadanya. Dan yang lebih sedih lagi dia di anggap anak pembawa sial, tak terasa kekuatan hati paksi untuk tidak menangis mencair juga satu satu persatu air matanya jatuh dia begitu melihat keadaan ayahnya dan lebih sedih lagi namanya sudah hitam di mata keluarganya entah apa penyebabnya, dokter koko dengan penuh prihati berusaha menenangjan hati paksi yang bergolak. Kenapa paksi bisa ada di rumah sakit?
Setelah bercakap cakap dengan paksi dokter koko melihat ada yang ganjil dengan wajah remaja itu, pucat dan juga melemah, dokter koko mengajak paksi kerumah sakit untuk melakukan pemeriksaan, setelah berselang beberapa lama melakukan pemeriksaan, paksi segera tahu kalau pentakitnya semakin parah bahkan sudah memasuki stadium 4. Paksi hanya menatap sendu langit langit kamar. sebelum akhir hidupnya paksi ingin sekali merasakan kasih sayang seorang ibu motivasi dari seorang ayah yang menyamangati untuk tetap hidup, paksi tergugah saat mendengar salah seorang perawat menyabut nama pak broto, pasien korban kecelakaan, mendengar nama itu hati paksi berdesir ayahnya kecelakaan. Dengan sisa tenaga paksi mohon pada dokter koko untuk mengantarkan ia pada korban kecelakan, akhirnya tidak tega dokter koko menuntun paksi, sesampainya di luar kamar paksi menghentikan langkahnya, mendengar namanya di sebut dengan nada kemarahan dan penuh kebencian. Ia memutuskan hanya melihat di luar jendela.

                          ***********
Sudah beberapa hari pak broto di rawat, di tunggui dewa dan ibunya, di pagi itu mereka dapat kabar yang sangat gembira. dokter mengatakan ada orang yang dengan rela mendonorkan sepasang matanya untuk pak broto, tapi identitas orang itu segaja di sembunyikan, tapi bagi keluarga pak broto tak perduli siapapun orang itu. Yang penting pak broto bisa melihat kembali. Setelah melakukan beberapa pertimbangan, operasi secepat mungkin di lakukan. Selama proses pemindahan mata di lakukan, bagi dewa dan ibunya waktu bergerak begitu lambat. Tak berselang beberapa lama pintu operasi itu terbuka dan muncullah pak broto yang duduk di kursi roda dengan wajah sumbringah meski matanya tertutup perban tapi di mulutnya tak hentinya tersenyum.
"  Dok bagaimana?
Alhamdulillah, berhasil bu. Katanya sambil tersenyum.
"  Tapi sebaiknya pak broto mesti nginap di sini dulu sampai waktunya perban itu di buka agar kami bisa terus memantau beliau " kata dokter menjelaskan.
"  Baik dok terima kasih "  dewa yang senang operasi itu berjalan lancar, juga ikut menyambung.

    Meski operasi mata itu berjalan dengan lancar, tapi keputusannya tetap setelah perban di buka. dewa dan ibu melewati masa masa meneganggang hingga tibalah  waktunya balutan mata itu di buka, 
Rupanya Tuhan masih menghendaki pak broto untuk tetap menatap keindahan dunia. Ruangan itu riuh dengan nuansa bahagia keluarga pak broto,
" Selamat pak, malam ini bapak nginap di sini dulu karna masih ada administrasi yang harus di urus "  salah satu perawat menyalami pak broto.
"  Baik Terima kasih "  sambil tersenyum.

          Malam itu mereka sibuk bercekrama.
"  Papah mamah dewa pamit dulu " 
" Mau kemana sayang "  papanya bertanya heran.
Saya harus mencari adik paksi. Saya kwatir dengan dia "
Hah anak itu, biarkan saja, bisanya cuma bikin masalah "  ayahnya berkata dengan nada tidak senang.
"  Papah itu kenapa sih benci banget sama adik paksi? Dia juga juga anak papah.
" Diam kamu dewa, kau tidak tahu, anak itu hanya membawa sial dan bikin malu keluarga kita. "  papahnya membentak dewa.
Malu, malu kenapa sich pah, karna adik paksi cacat, karna adik paksi pincang, pah paksi juga anak papa dan mama, mengelak bagaimanapun dia tetap anak papah, kasihan dia pah di merasa asing di antara kita " dewa mengatakan dengan suara terputus putus. Karna mengingat keadadaan adiknya. Hening beberapa saat semuanya seolah terbius oleh kata kata dewa tadi terhanyut oleh pikiran masing masing, hingga datang seseorang yang berpakaian dokter membuyarkan keheningan itu, itulah dokter koko.
Maaf apa dengan pak broto?
Ia benar "  menjawab lirih.
Semua Bisa keruangan saya sekarang?
Pak broto menatap dewa istrinya meminta persetujuan apakah mereka mau ikut.
"  Baiklah "  keluarga kecil itu mengikuti dokter memasuki ruangannya.

     Di dalam ruangan dokter itu diam beberapa saat.
" Apakah anda orang tua paksi? Pak broto dan istrinya saling pandang tampa bersuara,
"  Ia benar dok kami sumua keluarga paksi, dari mana dokter tahu adik saya?
"  Paksi, hem anak yang malang" dokter koko berbisik lirih.
"  Apa maksud dokter mengatakan adik paksi anak yang malang? Apakah dokter tahu di mana adik paksi berada.
Dokter koko hanya diam membisu, hati dewa merasa tidak enak.
" Apakah dokter tahu di mana adik paksi berada? Dewa mengulangi kalimat pertanyaan itu.
"  Paksi sudah pergi, pergi jauh sekali dokter koko menghentikan kata katanya.
Pergi, pergi kemana? mamanya dewa juga ikut bertanya.
"  Pergi, pergi meninggalkan orang orang yang tidak suka kepadanya, orang tua yang membencinya, pergi dengan hati yang remuk, pergi dengan luka yang menoreh jiwanya, kenapa kalian membencinya? Dia anak yang baik meski merasa di asingkan ia tetap berusaha jadi anak yang berbakti tapi dengan egoisnya kalian malah mengabaikan amanah berharga itu. paksi sudah meninggal.
Apaaaa.
" Tidak mungkin, anda jangan membohongi kami " ibunya bertanya menahan tangis. Karna bagaimanapun ia tidak suka dan benci fisik paksi, naluri seorang ibu tak bisa di pungkiri.

    Dokter koko diam sesaat,
" Ini surat dia tulis detik terakhir dalam hidupnya "  sambil menyerahkan selembar kertas putih. Yang disambar dan di baca oleh ayah dan ibu paksi.


            "  Papah mamah gimana kabar kalian?  Ini aku paksi putra bikin sial tapi sungguh paksi tak pernah berniat untuk bikin sial. Pah, mah, paksi sungguh sampai saat ini tidak mengerti apa salah paksi sehingga kalian begitu membenci paksi, sering mencaci paksi. Apa karna paksi cacat?  Jika karna itu ...
Sungguh, paksi tidak ingin terlahir dalam keadaan mengecewakan, paksi ingin sekali melihat senyum bangga di bibir papah dan mamah, senyum bangga karna telah punya paksi. Paksi ingin sekali di peluk sama mamah bercanda dengan papah tapi apa hendak di kata kalian selalu menjauh dari paksi, seolah paksi adalah penyakit yang mematikan. Pah mah kalau surat ini sudah sampai di tangan kalian mungkin paksi sudah tidak ada di di kehidupan kalian, jujur paksi iri sekali sama kak dewa yang selalu kalian manja dan di sayang, oh ya gimana keadaan papah, sukur kalau papah bisa melihat lagi. Tolong ya pah rawat mata paksi baik baik biar di antara anggota tubuh paksi yang kalian benci. Setidaknya mata itu berguna buat papa, maafkan aku ya pah mah selama ini paksi belum jadi anak kebanggaan mamah dan papah. Anggap aja kedua mata itu sebagai tanda permintaan maaf saya. Paksi akan pergi, pergi jauh sekali, paksi sudah ingin segera di peluk tuhan, sebagai ganti pelukan mamah yang aku rindukan, I LOVE YOU mah pah
Kemanakah paksi? Setelah mengetahui keadaan ayahnya paksi tidak tega, karna penyakitnya semakin parah, paksi memutuskan dakam detik terakhir hidupnya ia ingin menolong keluarganya. Hanya dengan kedua matanya dia dapat membantu orang tuanya.
Setelah berunding dengan dokter koko untuk mendonorkan mata. Dokter koko sempat menolak keinginan paksi, tapi karna paksi terus memohon sambil menangis di kakinya karna melihat kondisi paksi yang kian melemah ia jadi tidak tega, begitulah sebelum operasi itu di lakukan, setelah di tanya paksi ingin apa?
Paksi hanya minta kertas dan pena untuk menulis sesuatu entah apa isinya doktet kokopun tidak tahu.

   Setelah surat itu di baca mamah dewa jatuh pingsan dengan deraian air mata, sedangkan ayahnya diam membisu tatapan nya kosong air mata matanya jatuh bergulir di wajah tuanya,

  Esoknya dokter koko mengantar mereka kepusara di mana paksi beristirahat, mamahnya jatuh menggunggu memeluk gundukan tanah itu. rambutnya aut autan dan tiada hentinya menyebut nama paksi, sedangkan ayahnya hanya duduk di pinggir pusara bibirnya pucat karna sejak kemarin tidak makan dan minum, penyesalan itu kian merenggut semangat hidupnya.

     Hingga memasuki waktu sore dewa mencoba membujuk mamahnya untuk pulang, tapi tidak ada satupun jawaban mamahnya sibuk menangis dan memeluk kuburan itu, dewa sangat prihatin dengan keadaan orang tuanya.


        Bagaimanapun bentuk fisik seorang anak ia tetap amanah.